Selamat Datang

Sabtu, 15 Februari 2020

KILLSTAGRAM


      Webtoon atau komik daring sekarang ini banyak digemari masyarakat khususnya anak-anak muda. Selain komik dengan alur segar dan ceria, cerita bergenre thriller pun menjadi genre cerita yang cukup banyak dibaca, salah satunya adalah “Killstagram”.

      “Killstagram” menceritakan tentang seorang gadis bernama Do Remi yang merupakan artis Instagram. Awalnya, semua berjalan dengan baik. Ia mendapatkan popularitas di dunia maya. Namun, masalah datang ketika sahabatnya tiba-tiba menghilang dan ternyata dibunuh oleh seseorang.

           Segala acara dilakukan Remi untuk mencari tahu siapa pembunuhnya. Namun, belakangan ia tahu bahwa ialah incaran pembunuh tersebut.

     Rangkaian aksi kejar-kejaran disajikan dalam setiap episodenya. Pembaca dibawa untuk merasakan apa yang Remi rasakan, seperti rasa takut saat dikejar, bersembunyi, dan sebagainya. Penulis “Killstagram” Ryoung mampu membawa pembacanya ke dalam suasana cerita. Ia pun menuai beragam komentar positif dari pembaca.

“Selalu senam jantung kalau baca ini webtoon.”  - kata Pembaca.

“Sumpah ya apa cuma aku yang ga nafas sama sekali pas baca ini!! baru sadar pas udah selesai trus langsung ngosngosan gegara kurang oxygen:(” - kata Pembaca.

“Penuh dengan spot jantung.” -kata Pembaca.

       “Killstagram” juga memberikan pelajaran dan pesan di awal-awal cerita, yaitu dampak dari media sosial. Bermain media sosial secara berlebihan dapat memicu kejahatan. Dalam cerita ini, Remi yang terbiasa mengunggah foto dirinya di suatu tempat serta memberikan keterangan di mana tempat tersebut adalah pemicu kejahatan ini terjadi.


5 Pesan Moral yang Bisa Dipetik dari Webtoon  'Killstagram'

1. Kebahagiaan yang dirasakan lewat upload konten di media sosial adalah semu


     Pernah kah kamu merasa lega, senang, dan puas setelah berhasil mengunggah foto atau status yang telah diedit sedemikian rupa ke media sosial? Lalu menganggap apa yang kamu rasakan, pikirkan, dan lakukan adalah sesuatu yang spesial sehingga semua orang perlu tahu?

      Mungkin begitu, tapi sebetulnya perasaan senang itu tidak sepenuhnya nyata. Perasaan itu akan pudar setelah beberapa jam mengunggah konten dan mungkin kamu akan menjadi hambar. Karena kamu telah menggantungkan rasa senang lewat media sosial yang mana merupakan dunia maya. Kita tahu interaksi di media sosial tidaklah nyata, sehingga kesan bahagia pun tidak akan bertahan lama.


2. Ketenangan bisa terancam bila terlalu sering mengunggah hal privasi di media sosial



   Banyak orang yang tidak segan-segan share tentang masalah pribadi di media sosial, mungkin kamu juga pernah melakukannya. Apa pun motifnya, coba pikir-pikir lagi deh, sebelum melakukan untuk yang selanjutnya. Kamu telah dengan sukarela menunjukkan kepada publik bahwa kamu sedang dilanda masalah. Sementara, tidak semua follower atau orang yang menyimak status tersebut kamu kenal dan merupakan orang baik.

    Lalu, orang akan menilai kamu tidak profesional, karena membawa masalah yang seharusnya menjadi privasi untuk diri sendiri malah disebarluaskan di media sosial. Kamu pun seolah jadi tidak punya ruang privasi bila terlalu sering mengunggah foto dengan mencantumkan lokasi yang sedang dikunjungi, paspor, tiket perjalanan, kompleks perumahanmu yang itu semu bisa merujuk pada informasi pribadi.

     Seperti Remi di episode 2, dia yang gemar upload foto dengan mencantumkan berbagai hastag yang memuat informasi pribadi pun mulai terancam ketenangan dan keselamatannya setelah tahu ada stalker yang terobsesi kepadanya. Bahkan Jia, teman dekat Remi, menjadi korbannya.


3. Hiduplah apa adanya, karena menjadi terkenal tidak selalu membuat bahagia


       Dikenal banyak orang memang menyenangkan. Mereka tahu apa yang kita sukai, bagaimana kita hidup, sampai dapat hadiah atau perlakuan istimewa. Seolah kita bisa melakukan dan mendapatkan apa pun yang kita inginkan karena menjadi orang terkenal. Namun, ternyata tidak selamanya menjadi orang terkenal itu menyenangkan dan bahagia.

     Remi yang menganggap dirinya hanya selebriti Instagram, bukan seorang artis, merasa capek karena popularitasnya yang mendatangkan banyak job dan menuntut dia harus tampil 'sempurna'. Puncaknya, pada episode 11, setelah teror dan meninggalnya Jia, Remi merasa kesepian di tengah banyak orang di media sosial yang mengkhawatirkannya.

     Selain itu, kamu pasti juga pernah dengar beberapa KPop idol mengaku justru kesepian dan menderita. So, hiduplah apa adanya, untuk jadi bahagia tidak perlu mengejar popularitas.


4. Like dan komentar dapat menjadi candu yang buruk


      Menurut Laurent E. Sherman dkk. pada studi The Power of the Like Adolescences: Effects of Peer Influence on Neural and Behavioral Responses to Social Media (2016), ada nucleus accumbens yakni saraf aktif di otak yang terlibat dalam proses penghargaan, kognisi sosial, dan perhatian yang akan aktif ketika melihat foto di media sosial mendapat banyak like. Jika merasa seperti itu, ada kemungkinan kamu haus akan eksistensi dan pengakuan.


5. Pada akhirnya, media sosial bukanlah tempat yang selalu aman untuk berekspresi


      Sekarang memang eranya kebebasan berpendapat dan media sosial sebagai salah satu sarana untuk melakukannya, berbagi cerita atau momen pribadi. Namun, bila memikirkan berapa banyak follower atau orang di media sosial yang tidak kita kenal, risiko akan keselamatan pun tidak bisa dihindari.

     Berkaca dari kisah Remi di Killstagram, ada baiknya kita mulai memperhatikan porsi dan bagaimana cara kita berekspresi di media sosial. Karena segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar